Meski jarum jam hampir mengarah ke angka 11 malam tapi aku nggak juga bisa tidur . Nggak kebanyak minum kopi juga sebenarnya. Aku cuma masih kepikiran kata-katanya Hendry. Well, hari ini aku marahan lagi sama si Hendry. Ngambek lagi. Manyun lagi. Jotakan lagi. Apa mungkin memang aku yang sama sekali nggak dewasa ya?
Seperti biasa dan seperti hari-hari sebelumnya, Hendry selalu sibuk sama kerjaannya . Tiap hari dia cuma meeting & mengaudit. Yah, memang itu kan kerjaan dia. Sampai-sampai dia jarang istirahat sekalipun itu cuma untuk makan. Dengan aktifitasnya yang begitu padat, diapun jadi jarang komunikasian sama aku. Mungkin lantaran akunya sendiri juga lagi badmood, aku sama dia juga jadi renggang. Yang dulunya hampir tiap hari ketemu sekarang jadi seminggu cuma dua atau tiga kali.
Tadi aku sempat marah sama Hendry karena jarang komunikasian semenjak dia naik jabatan dan dia cuma menjawab : "Aku berusaha profesional dengan pekerjaanku dan itupun demi kamu dan pernikahan kita". Yap, kurang lebihnya seperti itu. Rasanya makjleb pas ngebaca sms dia.
Beneran serasa ditampar tangan sebesar tangannya Budha Julai di film Kera Sakti. Ternyata dia memang tipe pria yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Aku nggak salah memilih dia sebagai calon suami & ayah buat anak-anakku nantinya. Bersamaan dengan itu, aku juga ngerasa sangat kekanak-kanakan . Aku ngerasa nggak dewasa banget. Aku ngerasa cuma jadi bebannya. Aku berharap dan aku akan berusaha untuk lebih dewasa lagi demi kenyamanannya. Aku nggak mau Hendry kerja dengan perasaan suntuk apalagi dia sering cerita kalau jabatannya sekarang mempunyai tanggungjawab yang besar karena dia yang akan membuka topeng para koruptor di dua perusahaan tempat dia mengaudit. Hayah, kalimat terakhir lupakan saja yah sodara-sodara...agak lebay kayaknya.
Seperti biasa dan seperti hari-hari sebelumnya, Hendry selalu sibuk sama kerjaannya . Tiap hari dia cuma meeting & mengaudit. Yah, memang itu kan kerjaan dia. Sampai-sampai dia jarang istirahat sekalipun itu cuma untuk makan. Dengan aktifitasnya yang begitu padat, diapun jadi jarang komunikasian sama aku. Mungkin lantaran akunya sendiri juga lagi badmood, aku sama dia juga jadi renggang. Yang dulunya hampir tiap hari ketemu sekarang jadi seminggu cuma dua atau tiga kali.
Tadi aku sempat marah sama Hendry karena jarang komunikasian semenjak dia naik jabatan dan dia cuma menjawab : "Aku berusaha profesional dengan pekerjaanku dan itupun demi kamu dan pernikahan kita". Yap, kurang lebihnya seperti itu. Rasanya makjleb pas ngebaca sms dia.
Beneran serasa ditampar tangan sebesar tangannya Budha Julai di film Kera Sakti. Ternyata dia memang tipe pria yang bertanggungjawab terhadap keluarga. Aku nggak salah memilih dia sebagai calon suami & ayah buat anak-anakku nantinya. Bersamaan dengan itu, aku juga ngerasa sangat kekanak-kanakan . Aku ngerasa nggak dewasa banget. Aku ngerasa cuma jadi bebannya. Aku berharap dan aku akan berusaha untuk lebih dewasa lagi demi kenyamanannya. Aku nggak mau Hendry kerja dengan perasaan suntuk apalagi dia sering cerita kalau jabatannya sekarang mempunyai tanggungjawab yang besar karena dia yang akan membuka topeng para koruptor di dua perusahaan tempat dia mengaudit. Hayah, kalimat terakhir lupakan saja yah sodara-sodara...agak lebay kayaknya.
0 komentar on "Semua Itu Butuh Pengorbanan"
Posting Komentar